Resesi Global, Harga Yang Harus Dibayar Bank Central Akibat Remehkan Inflasi

0
114 views

Siantar, kupasnusantara.com – Setelah meremehkan laju inflasi tercepat dalam beberapa dekade, bank sentral di banyak negara kini dihadapkan pada risiko resesi pada perekonomian mereka demi menjinakkan lonjakan harga-harga.

Prospek inflasi yang tajam memicu kekhawatiran bahwa bank sentral akan melangkah melampaui batas ketika mereka terus mendorong kenaikan suku bunga yang agresif. Sama seperti ketika mereka terlalu terstimulasi untuk mendorong pemulihan ekonomi dari hantaman pandemi.

Saat ini, banyak bank sentral negara maju dan emerging market (EM) yang hanya memiliki sedikit pilihan selain terus menaikkan suku bunga dalam menghadapi inflasi yang belum mencapai puncaknya. Bloomberg Economics memperkirakan inflasi global naik tipis dari 9% (year-on-year) pada kuartal kedua, menjadi 9,3% pada kuartal ketiga, sebelum tergelincir kembali ke 8,5% – namun masih tetap tinggi – pada akhir tahun.

Kecepatan pengetatan kebijakan bank sentral akan membuat upaya pendaratan mulus (soft landing) menjadi lebih sulit dicapai. Ekonom Citigroup Inc. menempatkan peluang resesi global sebesar 50%, sementara ekonom Bank of America Corp. memperkirakan “resesi ringan tahun ini” di AS, karena kondisi ekonomi telah memburuk jauh lebih cepat dari yang mereka ekspektasikan.

Hasil survei bulanan manajer investasi oleh Bank of America mengindikasikan, keyakinan investor bahwa pembuat kebijakan dapat menghindari resesi telah runtuh. Ekspektasi pertumbuhan dan laba global berada pada titik terendah sepanjang masa, sementara ekspektasi resesi berada pada level tertinggi sejak perlambatan yang dipicu pandemi pada Mei 2020.

Bank Sentral Eropa, Kamis kemarin, menaikkan suku bunga utamanya sebesar 50 basis poin, kenaikan pertama dalam 11 tahun dan terbesar sejak 2000. Itu terjadi karena kemungkinan kontraksi meningkat menjadi 45% dari 30% pada Juni, menurut survei ekonom Bloomberg.

Bank of England sedang mempertimbangkan kenaikan 50 basis poin, dan The Fed pada 27 Juli nanti diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin lagi. Bank of Canada telah mengambil langkah mengejutkan dengan kenaikan 100 basis poin.

Di antara negara-negara EM, South African Reserve Bank menaikkan suku bunganya sebesar 75 basis poin, peningkatan terbesar dalam hampir dua dekade. Sementara itu, bank sentral Filipina secarra mengejutkan menaikkan suku bunga 75 basis poin dalam keputusan yang tidak terjadwal, pada Juli ini.

Setelah ‘mengabaikan’ kenaikan inflasi, pejabat moneter sekarang menghadapi perjuangan berat untuk memulihkan kepercayaan.

Di Inggris, Gubernur BoE Andrew Bailey sibuk bertahan melawan serangan dari politisi di Partai Konservatif yang berkuasa. Mereka menyalahkan bank sentral karena bergerak terlalu lambat untuk meredam inflasi. Gubernur Riksbank Swedia Stefan Ingves, bulan ini mengakui tengah mengalami “tahun yang buruk” dalam meramalkan inflasi, setelah mencatatkan lonjakan harga-harga sembilan bulan berturut-turut yang melebihi perkiraan.

Pemerintah Australia telah mengumumkan peninjauan terhadap Reserve Bank of Australia di tengah kritik terhadap kinerja lembaga tersebut. Gubernur RBA Philip Lowe, Rabu lalu, mengakui telah memberikan stimulus secara berlebihan setelah pandemi sehingga menambah tekanan harga.

Kondisi tersebut telah membuat, seperti banyak bank sentral lainnya, harus mengorbankan pertumbuhan ekonomi demi mengendalikan harga.

Dalam pertemuan kepala keuangan dan gubernur bank sentral di forum G20 pekan lalu, para pejabat terlihat ingin menyalahkan Rusia atas gelombang inflasi global dan prospek pertumbuhan yang memburuk secara tajam, daripada kesalahan kebijakan dan perkiraan mereka sendiri.

Namun disisi lain, penulis melihat sejumlah ekonom berusaha menunjukkan simpatinya terhadap kerumitan yang dihadapi banyak bank sentral saat ini.

Selwyn Cornish, pakar sejarah kebijakan ekonomi di Australian National University, berpendapat bahwa luasnya peristiwa dalam beberapa tahun terakhir – termasuk pandemi, perang, dan peristiwa cuaca ekstrem – telah memperumit pekerjaan bank sentral.

Sayuri Shirai, profesor Universitas Keio, mantan anggota dewan Bank of Japan mengatakan, kemampuan untuk membawa inflasi kembali ke jalur yang terkendali akan sangat penting untuk menopang kepercayaan publik terhadap kebijakan moneter.

Seluruh pandangan diatas bagi penulis merupakan warning bagi pemangku kebijakan bank central dimanapun.

Karena begitu ini terjadi, bank sentral akan kehilangan kredibilitas. Jadi meskipun kenaikan suku bunga saat ini akan memperlambat pertumbuhan ekonomi, bank central harus memprioritaskan inflasi.